“Religi bukanlah sesuatu yang
terpisah dari jenis kehidupan sehari-hari. Religi adalah kehidupan—semua jenis
kehidupan yang dipandang dari sudut pandang makna dan maksud:kehidupan yang
dijalani dengan kesadara yang leih penuh tentang kualitas manusia dan makna
spiritualnya- A. Powell Davies.”
Beberapa tahun yang lalu, selama
suatu masa yang sangat meneka, aku duduk dan menulis religi-ku sendiri. Membolak-balik
kamus kecil yang lusuh, aku menemukan rumusan ini: “religi:suatu sistem
kepercayaan tertentu yang dibangun di seputar suatu falsafah hidup.” Menurut rumusan
itu, kepercayaan dan falsafah pribadiku adalah religiku. Secara berkelakar, aku
menyebutnya “Religi Betsy-isme.”
“Religi-ku akhirnya tertulis
sepanjang sepuluh halaman, dan mencakup pandangan-pandanganku tentang segala
sesuatu, mulai dari dosa, surga, neraka, cinta, Golden Rule, tujuan hidup,
Tuhan, dan bahkan kematian. Memang tidak terlalu mulia atau saleh, tetapi
flsafah hidupku memang berisi banyak kejenakaan. Tetapi sampai hari ini, jika
aku mulai merasa keluar jalur atau tidak terpusat, aku bisa mengeluarkan
religiku dan membacanya kembali, dan segala sesuatu menjadi beres kembali.
Bagiku,religi adalah suatu yang
sangat pribadi, bukan sesuatu yang dicadangkan untuk ibadah hari minggu. Religi
adalah aturan dan tuntunan yang kita pilih untuk menjalani hidup. Semua falsafah
ini dikumpulkan di sepanjang hidup kita dari tempat-tempat seperti orangtua
kita, gereja kita, buku yang kita baca, teman-teman. Aku bahkan berfikir ada
beberapa falsafah yang hebat di iklan-iklan atau lagu-lagu modern yang bisa
digabungkan ke dalam religi pribadi. Beberp lirik lagu atu motto iklan yang
sepertinya menarik hati kita mungkin adalah bagian dai falsafah pribadi kita
sendiri... Kalimat-kalimat yang, jika kita ingat untuk mencoba menjalaninya,
akan membantu kita untuk sungguh-sungguh “menjadi diri seutuhnya.”
Aku rasa setiap orang memiliki
falsfah hidup sendiri. Beberapa prang telah memilih untuk percaya bahwa hidup
itu menyebalkan, atau hidup itu tidak adil, atau dunia ini adalah dunia
kanibal. Aku merasa iba pada orang-orang seperti itu, karena menurutku, jika
itu yang mereka percayai, maka begitu pulalah hidup akan memperlakukan mereka. Falsafah
pribadiku lebih mirip dengan kalimat “Jika kita baik terhadap hidup, hidup akan
baik kepada kita.” Aku rasa, aku percaya bahwa jika kita menjalani hidup yang
benar-benar baik, ramah dan tidak egois, maka hidup akan baik, ramah, dan tidak
egois kepada kita. Sejauh ini, falsafah ini telah mempan bagiku. Ketika aku
mematuhi “religi-ku”, hidup sangatlah baik.
Ketika hidup tidak berjalan dengan baik, mudah bagiku untuk duduk dan melihat
dimana aku telah menyimpang dari kepercayaan pribadiku.
Jelas aku tidak menyatakan bahwa
aku mengetahui semua jawaban bagi orang lain. Tetapi, setelah bertahun-tahun melakukan
evaluasi pribadi, aku tahu banyak tentang hal-hal yang mempan bagiku. Dan sebagian
dari religi pribadiku adalah selalu memoles falsafahku sementara aku menjalani
hidup dan lebih banyak belajar tentang hal-hal yang mempan dan tidak mempan
serta jalan yang menjuruskan ke saat-saat yang baik dan saat-saat yang buruk.
Jadi, setiap kali hidupku
menghadapi halangan atau hambatan yang berusaha menjatuhkanku, mungkin aku
terhuyung, tetapi aku jarang jatuh. Aku tidak harus menemukan buku penuntun
diri yang terbaru atau lari ke seorang terapis dan memulai lagi dari awal. Aku tahu
kemana aku harus berpaling. Aku berpaling ke religiku. Religiku adalah pengingat yang
baik dari semua kemajuan yang telah kubuat selama hidupku, dan semua hal indah
yang telah kupelajari.
Comments
Post a Comment